Perempuan Biasa yang Menjadi Bagian Sejarah
Elizabeth Angela Marguerite Bowes-Lyon lahir pada 4 Agustus 1900, dari keluarga bangsawan Skotlandia. Saat itu, tak ada yang menyangka bahwa dia kelak akan menjadi Ibu Suri dari Kerajaan Inggris, ibu dari seorang ratu yang melegenda.
Cinta dan Perjalanan ke Istana
Pada tahun 1923, Elizabeth menikah dengan Pangeran Albert, yang kemudian menjadi Raja George VI setelah kakaknya, Edward VIII, turun tahta secara mendadak. Sejak saat itu, Elizabeth harus belajar menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai Ratu Inggris.
Namun, yang membuatnya dicintai bukan hanya gelarnya, melainkan ketulusan dan kesederhanaannya. Di masa Perang Dunia II, Elizabeth menolak meninggalkan London meski kota itu sering dibombardir. Ia berkata, "Anak-anak saya tidak akan pergi tanpa saya, saya tidak akan pergi tanpa Raja, dan Raja tidak akan pergi ke mana pun."
Menjadi Ibu Suri yang Dicintai
Setelah suaminya wafat pada tahun 1952 dan putrinya naik tahta sebagai Ratu Elizabeth II, Elizabeth resmi dikenal sebagai Queen Mother atau Ibu Suri. Ia tak pernah mengambil peran utama lagi di politik kerajaan, tapi tetap menjadi simbol kebijaksanaan dan ketenangan di masa-masa sulit.
Dengan senyumnya yang hangat dan selera humornya yang tajam, ia memenangkan hati masyarakat Inggris, bahkan dunia. Banyak yang menyebutnya sebagai “The Nation’s Favourite Grandmother.”
Masa Tua yang Penuh Kehangatan
Ibu Suri Elizabeth tetap aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan keagamaan hingga usia senjanya. Ia dikenal sebagai pencinta seni dan taman, serta gemar menghadiri balapan kuda.
Di usia 100 tahun, ia masih terlihat bugar dan hadir dalam berbagai acara resmi kerajaan. Bahkan ketika kesehatannya mulai menurun, semangatnya tidak pernah padam. Ia wafat dengan tenang pada 30 Maret 2002, di usia 101 tahun.
Warisan Abadi
Sosoknya tetap hidup dalam ingatan banyak orang. Ibu Suri Elizabeth bukan hanya ibu dari seorang ratu, tapi juga ibu dari sebuah bangsa. Ia menunjukkan bahwa kekuatan sejati datang dari hati yang tulus, keteguhan di masa sulit, dan cinta yang tak mengenal pamrih.
Kisahnya mengajarkan kita bahwa di balik kemegahan istana dan gelar kebangsawanan, ada manusia biasa yang memilih untuk luar biasa. Sosok seperti inilah yang pantas dikenang bukan karena statusnya, tapi karena nilai-nilai yang ia tinggalkan.